MAKALAH
MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI
DI INDONESIA
Disusun
Oleh :
Nama Anggota : Desi Wanti 301 11 11 066
Dodi Heryanto 301 11 11 068
Stevy Oktavindra 301 11 11 051
Yulien Rizela 301 11 11 061
Kelas
: 2 AK II
Dosen Pengampu : Abdul
Rasyid Saliman, SH., MM.
FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI
TAHUN
AKADEMIK 2011/2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ……..…………………..………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………..……………………………………………...
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ……..………….………..…………………...
1
B.
Fokus
……..…………………...………..………………….. 2
C.
Maksud
dan Tujuan
Penulisan ….…...……………..………... 2
D.
Manfaat
Penulisan ……..……….……..…………………….. 2
E.
Pengertian
……..……………..……………………………... 3
BAB II PERMASALAHAN. ..…..…………………………………….. 4
BAB
III PEMBAHASAN
A.
Landasan
Teori..…………………..……...………………… 5
B.
Sejarah
Pemikiran Masyarakat Madani ..........…………….... 7
C.
Karakteristik
Ciri-ciri Masyarakat Madani .......…………….. 9
D.
Masyarakat
Madani di Indonesia ……..……......……..……. 11
E.
Faktor
yang Mempengaruhi Masyarakat Madan...………….. 14
1.
Faktor
Pendorong Masyarakat Madani ...……………… 14
2.
Faktor
Penghambat Masyarakat Madani ...…………….. 14
F.
Solusi
Mengatasi Masalah ……..…….………..…………… 15
BAB
IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
……..………………….....……………………... 17
B. Saran ……..………………………………………………. 17
DAFTAR PUSTAKA ……..…………......…………………………………... 19
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirobbil’alamin puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah
SWT. Shalawat serta salam tidak lupa kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Kami bersyukur kepada-Nya yang telah memberikan hidayah serta
taufik-Nya kepada kami
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini berisikan tentang
sejarah perkembangan Masyarakat
Madani. Dan di dalamnya
terdapat tokoh-tokoh yang berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan,
baik dari dunia barat maupun dari bangsa islam.
Kami menyadari makalah yang dibuat ini tidaklah sempurna. Oleh
karena itu, apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap
makalah ini, kami sangat
berterima kasih.
Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna
untuk kita semua. Amin.
Pangkalpinang,
April 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Berbagai
upaya perlu dilakukan dalam mewujudkan masyarakat madani, baik yang berjangka
pendek maupun yang berjangka panjang. Untuk yang berjangka pendek dilaksanakan
dengan memilih dan menempatkan pemimpin-pemimpin yang dapat dipercaya, dapat
diterima, dan dapat memimpin. Untuk jangka panjang antara lain
adalah dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berwawasan dan berperilaku
madani melalui perspektif pendidikan. Perspektif pendidikan penting untuk
dikaji mengingat konsep masyarakat madani sebenarnya merupakan bagian dari
tujuan pendidikan nasional.
Kecenderungan
sakralisasi berpotensi untuk menambah derajat kefrustasian yang lebih mendalam
dalam masyarakat bila terjadi kesenjangan antara realisasi dengan harapan.
Padahal kemungkinan untuk itu sangat terbuka, antara lain, kesalahan
mengkonsepsi dan juga pada saat manarik parameter-parameter ketercapaian. Saat
ini gejala itu sudah ada, sehingga kebutuhan membuat wacana ini lebih terbuka
menjadi sangat penting dalam kerangka pendidikan politik bagi masyarakat luas.
Artikel ini mencoba mengungkapkan sejarah
pemikiran, karakterstik, serta perkembangan masyarakat madani di Indonesia yang mungkin dapat dijadikan
masukan dalam mewujudkan masyarakat madani melalui perspektif pendidikan. Tentu
saja pemikiran konseptual ini akan dapat dioperasionalisasikan di lapangan
secara kontekstual setelah melalui pengujian empiris yang profesional.
Melihat
kenyataan di atas, maka kelompok kami mengambil inisiatif untuk mengambil judul
makalah ini dengan Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia dan oleh karena
itu kami tertarik untuk membahas dan mengkaji perkembangan masyarakat madani di
Indonesia.
B.
Fokus
Pada makalah
ini kami membatasi masalah hanya pada sejarah, karakteristik masyarakat madani, perkembangan masyarakat madani di Indonesia, serta bagaimana
mewujudkan masyarakat madani di Indonesia. Selain itu ada beberapa faktor
pendorong dan faktor penghambat yang mempengaruhi masyarakat madani. Batasan
masalah ini bertujuan untuk memberikan ruang lingkup agar masalah tidak terlalu
luas, sehingga pembahasan terarah dan terfokus pada ciri-ciri dan perwujudan
masyarakat madani.
C.
Maksud dan Tujuan
Berdasarkan dengan rumusan masalah, maka tujuan yang
ingin dicapai dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
sejarah pemikiran masyarakat madani.
2.
Mengetahui
karakteristik ciri-ciri masyarakat madani dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3.
Mengetahui
perkembangan masyarakat madani serta bagaimana cara mewujudkan masyarakat
madani di Indonesia.
Pengertian masyarakat madani perlu dibahas di sini karena
tidak semua mahasiswa mengetahui dan memahami dengan jelas pengertian dari
masyarakat madani. Kita juga perlu mengetahui sejarah masyarakat madani,
perkembangan masyarakat madani, dan solusi untuk mewujudkan masyarakat madani
di Indonesia sehingga perlu dibahas lebih lanjut mengenai hal tersebut.
D.
Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak
yang membutuhkan, antara lain sebagai berikut:
a.
Menambah wawasan baru dan lebih
memperdalam teori mengenai masyarakat madani.
b.
Mempelajari karakteristik
masyarakat madani agar dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.
c.
Sebagai media untuk mengungkapkan
inspirasi untuk mengetahui sejauh mana sejarah perkembangan masyarakat madani
di Indonesia.
E.
Pengertian
a.
Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat
madani merupakan kata lain dari masyarakat sipil (civil society), kata ini
sangat sering disebut sejak kekuatan otoriter orde baru. Masyarakat madani ialah kondisi suatu
komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan kekuasaan. Kebenaran dan
kekuasaan adalah milik bersama. Setiap anggota masyarakat madani tidak bisa
ditekan, ditakut-takuti, dicecal, diganggu kebebasannya, semakin dijauhkan dari
demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan menuju masyarakat madani
pada hakikatnya merupakan proses panjang dan produk sejarah yang abadi dan
perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa menjadi ciri utama
masyarakat madani.
b.
Pengertian
Sejarah
Pengertian sejarah, secara etimologi kata
sejarah itu sendiri berasal dari bahasa Arab syajarah yaitu dari kata
syajaratun yang artinya pohon. Dalam
bahasa
Indonesia sejarah dapat berarti silsilah, asal-usul, riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar
terjadi atau riwayat asal usul keturunan (terutama untuk raja-raja yang
memerintah), dan jika dibuat skema menyerupai pohon lengkap dengan cabang,
ranting, dan daun. Di dalam kata sejarah tersimpan makna pertumbuhan atau
silsilah. Umumnya
sejarah atau ilmu sejarah diartikan sebagai informasi mengenai kejadian yang
sudah lampau. Sebagai cabang ilmu pengetahuan, mempelajari sejarah berarti
mempelajari dan menerjemahkan informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh
orang perorang, keluarga, dan komunitas.
BAB II
PERMASALAHAN
Masalah yang akan kami bahas pada makalah ini antara lain
adalah:
1.
Bagaimana
sejarah pemikiran masyarakat madani?
2.
Bagaimana
karakteristik masyarakat madani serta faktor-faktor yang mempengaruhinya?
3.
Bagaimana
mewujudkan masyarakat madani di Indonesia ?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Landasan Teoritis
Pengertian Masyarakat Madani
Pengertian Masyarakat Madani menurut para ahli:
Ø
Mun’im (1994) mendefinisikan istilah civil
society sebagai seperangkat gagasan etis yang mengejawantah dalam berbagai
tatanan sosial, dan yang paling penting dari gagasan ini adalah usahanya untuk
menyelaraskan berbagai konflik kepentingan antarindividu, masyarakat, dan
negara.
Ø Hefner
menyatakan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat modern yang bercirikan
demokratisasi dalam beriteraksi di masyarakat yang semakin plural dan heterogen. Dalam
keadan seperti ini
masyarakat diharapkan mampu mengorganisasi dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam
mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam
kondisi global, kompleks, penuh persaingan dan perbedaan.
Ø Mahasin
(1995) menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan bahasa Inggris, civil
society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin
yaitu civitas dei yang artinya kota Illahi dan society yang
berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya membentuk kata civilization
yang berarti peradaban. Oleh
sebab itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas
masyarakat kota yakni masyarakat yang telah berperadaban maju.
Ø Istilah madani menurut Munawir
(1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy berakar
dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau membangun.
Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab, orang
kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian,
istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai banyak arti. Konsep
masyarakat madani menurut Madjid (1997) kerapkali dipandang telah berjasa dalam
menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang pemerintahan yang
sewenang-wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa Timur.
Ø Hall
(1998) mengemukakan
bahwa masyarakat madani identik dengan civil society, artinya suatu ide,
angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat terjewantahkan
dalam kehidupan sosial. Pada masyarakat madani pelaku social akan bepegang teguh pada peradaban dan
kemanusiaan.
Intinya, berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat
madani pada prinsipnya memiliki multimakna atau bermakna ganda yaitu: demokratis,
menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparansi, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsistensi, memiliki
perbandingan, komparasi, mampu berkoordinasi, simplifikasi,
sinkronisasi, integrasi, mengakui emansipasi, dan hak asasi, sederhana, namun yang paling dominan adalah
masyarakat yang demokratis. Dengan mengetahui makna madani, maka istilah
masyarakat madani secara mudah dapat difahami sebagai masyarakat yang beradab,
masyarakat sipil, dan masyarakat yang tinggal di suatu kota atau berfaham
masyarakat kota yang pluralistik.
Manfaat Masyarakat Madani
Manfaat yang diperoleh dengan terwujudnya masyarakat madani
ialah terciptanya masyarakat Indonesia yang demokratis sebagai salah satu
tuntutan reformasi di dalam negeri dan tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari
luar negeri. Di samping itu, melalui masyarakat madani akan mendorong munculnya
inovasi-inovasi baru di bidang pendidikan. Selanjutnya, dengan terwujudnya
masyarakat madani, maka persoalan-persoalan besar bangsa Indonesia seperti:
konflik-konflik suku, agama, ras, etnik, golongan, kesenjangan sosial,
kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan pembagian "kue bangsa" antara
pusat dan daerah, saling curiga serta ketidakharmonisan pergaulan antarwarga
dan lain-lain yang selama Orde Baru lebih banyak ditutup-tutupi, direkayasa dan
dicarikan kambing hitamnya itu diharapkan dapat diselesaikan
secara arif, terbuka, tuntas, dan melegakan semua pihak, suatu prakondisi untuk
dapat mewujudkan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat. Dengan
demikian, kekhawatiran akan terjadinya disintegrasi bangsa dapat dicegah.
Guna mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan motivasi yang
tinggi dan partisipasi nyata dari individu sebagai anggota masyarakat. Hal ini
intinya menyatakan bahwa untuk mewujudkan masyarakat madani diperlukan proses
dan waktu serta dituntut komitmen masing-masing warganya untuk mereformasi diri
secara total dan selalu konsisten dan penuh kearifan dalam menyikapi konflik
yang tak terelakan. Tuntutan terhadap aspek ini sama pentingnya dengan
kebutuhan akan toleransi sebagai instrumen dasar lahirnya sebuah konsensus atau
kompromi.
B. Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
Istilah
masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civil society
pertama kali dikemukan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah
societies civilis yang identik dengan negara. Rahadrjo (1997) menyatakan
bahawa istilah civil society sudah ada sejak zaman sebelum masehi. Orang yang pertama kali
mencetuskan istilah civil society adalah Cicero (104-43 SM), sebagai oratur
yunani. Civil society menurut Cicero ialah suatu komunitas politik
yang beradab seperti yang dicontohkan oleh masyarakat kota yang memiliki kode
hukum sendiri. Dengan konsep civility
(kewargaan) dan urbanity (budaya
kota), maka dipahami bukan hanya sekadar konsentrasi penduduk, melainkan juga
sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
Filsuf yunani Aristoteles (384-322 M) yang
memandang masyarakat sipil sebagai suatu sistem kenegaraan atau identik dengan
negara itu sendiri, pandangan ini merupakan Fase pertama sejarah wacana civil
society, yang berkembang dewasa ini, yakni masyarakat sivil diluar dan
penyeimbang lembaga negara, pada masa ini civil society dipahami sebagai sistem
kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas
politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik
dan pengambilan keputusan.
Fase kedua,
pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society, dengan
konteks sosial dan politik di Skotlandia. Berbeda dengan pendahulunya, ia lebih
menekankan visi etis pada civil society, dalam kehidupan sosial, pemahaman ini
lahir tidak lepas dari pengaruh revolusi industri dan kapitalisme yang
melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.
Fase ketiga,
berbeda dengan pendahulunya, pada tahun 1792 Thomas Paine memaknai wacana civil
society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap
sebagain anitesis negara, bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah
saatnya dibatasi, menurut pandangan ini, negara tidak lain hanyalah keniscayaan
buruk belaka, konsep negera yang absah, menurut pemikiran ini adalah
perwujudkan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi
terciptanya kesejahteraan bersama.
Fase keempat,
wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-1831 M),
Karl Max (1818-1883 M), dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). dalam pandangan
ketiganya, civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan, pemahaman
ini adalah reaksi atau pandangan Paine, Hegel memandang civil society sebagai
kelompok subordinatif terhadap negara, pandangan ini, menurut pakar politik
Indonesia Ryass Rasyid, erat kaitannya dengan perkembangan sosial masyarakat
borjuasi Eropa yang pertumbuhannya ditandai oleh pejuang melepaskan diri dari
cengkeraman dominasi negara.
Fase kelima,
wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan
oleh Alexis dengan Tocqueville (1805-1859), bersumber dari pengalamannya
mengamati budaya demokrasi Amerika, ia memandang civil society sebagai kelompok
penyeimbang kekuatan negara, menurutnya kekuatan politik dan masyarakat sipil
merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan
yang kuat.
Di Indonesia, pengertian
masyarakat madani pertama kali diperkenalkan oleh Anwar Ibrahim (mantan Deputi
PM Malaysia) dalam festival Istiqlal 1995. Oleh Anwar Ibrahim dinyatakan bahwa
masyarakat madani adalah: Sistem sosial yang subur yang diasaskan
kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dan
kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu
baik dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan, mengikuti undang –
undang dan bukan nafsu atau keinginan individu, menjadikan keterdugaan serta
ketulusan.
Perjuangan masyarakat madani di
Indonesia pada awal pergerakan kebangsaan dipelopori oleh Syarikat Islam (1912)
dan dilanjutkan oleh Soeltan Syahrir pada awal kemerdekaan (Norlholt, 1999).
Jiwa demokrasi Soeltan Syahrir ternyata harus menghadapi kekuatan represif baik
dari rezim Orde Lama di bawah pimpinan Soekarno maupun rezim Orde Baru di bawah
pimpinan Soeharto, tuntutan perjuangan transformasi menuju masyarakat madani
pada era reformasi ini tampaknya sudah tak terbendungkan lagi dengan tokoh
utamanya adalah Amien Rais dari Yogyakarta.
C. Ciri-Ciri Masyarakat Madani
Ciri utama masyarakat madani adalah
demokrasi. Demokrasi memiliki konsekuensi luas di antaranya
menuntut kemampuan partisipasi masyarakat dalam sistem politik dengan
organisasi-organisasi politik yang independen sehingga memungkinkan kontrol
aktif dan efektif dari masyarakat terhadap pemerintah dan pembangunan, dan
sekaligus masyarakat sebagai pelaku ekonomi pasar.
Hidayat
Nur Wahid mencirikan masyarakat madani sebagai masyarakat yang memegang teguh
ideology yang benar, berakhlak mulia, secara politik-ekonomi-budaya bersifat mandiri,
serta memiliki pemerintahan sipil.
Sedangkan
menurut Hikam, ciri-ciri masyarakat madani adalah :
a.
Adanya kemandirian yang cukup tinggi
diantara individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat terhadap negara.
b.
Adanya kebebasan menentukan wacana dan
praktik politik di tingkat publik.
c.
Kemampuan membatasi kekuasaan negara
untuk tidak melakukan intervensi.
Karakteristik masyarakat madani adalah sebagai
berikut :
1. Free public sphere (ruang publik
yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan
publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan
pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada
publik.
2. Demokratisasi, yaitu proses untuk
menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang
demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota
masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta
kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan
demokratis dari orang lain.
3. Toleransi, yaitu kesediaan
individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang
berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat
serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui
dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus,
bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang
Maha Kuasa.
5. Keadilan sosial (social justice),
yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban,
serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6. Partisipasi sosial, yaitu
partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi,
ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan
dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya
untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara
netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama
tanpa kecuali.
D. Masyarakat
Madani di Indonesia
Indonesia
memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani) bahkan jauh sebelum
negara bangsa berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili
oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam
dalam perjuangan merebut kemerdekaan, selain berperan sebagai organisasi
perjuangan penegakan HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, organisasi
berbasis islam, seperti Serikat Islam (SI), Hahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah, telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society yang
penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia.
Terdapat
beberapa strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya
bangunan masyarakat madani bisa terwujud di Indonesia :
1.
Pandangan
integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa sistem demokrasi
tidak munkin berlangsung dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat
yang belum memiliki kesadaran dalam hidup berbangsa dan bernegara.
2.
Pandangan
reformasi sistem politk demokrasi, yakni pandangan yang menekankan bahwa untuk
membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada pembangunan ekonomi,
dalam tataran ini, pembangunan institusi politik yang demokratis lebih
diutamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi.
3.
Paradigma
membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi,
pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara dua pandangan yang
pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi, berbeda dengan dua
pandangan pertama, pandangan ini lebih menekankan proses pendidikan dan
penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan kelas menengah.
Bersandar
pada tiga paradigma diatas, pengembangan demokrasi dan masyarakat madani
selayaknya tidak hanya bergantung pada salah satu pandangan tersebut,
sebaliknya untuk mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan
negara dibutuhkan gabungan strategi dan paradigma, setidaknya tiga paradigma
ini dapat dijadikan acuan dalam pengembangan demokrasi di masa transisi
sekarang melalui cara :
1.
Memperluas golongan menengah melalui pemberian
kesempatan bagi kelas menengah
untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat madani yang mandiri secara politik
dan ekonomi, dengan pandangan ini, negara harus menempatkan diri sebagai
regulator dan fasilitator bagi pengembangan ekonomi nasional, tantangan pasar
bebas dan demokrasi global mengharuskan negara mengurangi perannya sebagai
aktor dominan dalam proses pengembangan masyarakat madani yang tangguh.
2.
Mereformasi sistem politik demokratis
melalui pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai
prinsip-prinsip demokrasi, sikap pemerintah untuk tidak mencampuri atau
mempengaruhi putusan hukum yang dilakukan oleh lembaga yudikatif merupakan
salah satu komponen penting dari pembangunan kemandirian lembaga demokrasi.
3.
Penyelenggaraan pendidikan politik
(pendidikan demokrasi) bagi warga negara secara keseluruhan. Pendidikan politik
yang dimaksud adalah pendidikan demokrasi yang dilakukan secara terus-menerus
melalui keterlibatan semua unsur masyarakat melalu prinsip pendidikan
demokratis, yakni pendidikan dari, oleh dan untuk warga negara.
Kondisi
Indonesia yang dilanda euforia demokrasi, semangat otonomi daerah dan derasnya
globalisasi membutuhkan masyarakat yang mempunyai kemauan dan kemampuan hidup
bersama dalam sikap saling menghargai, toleransi, dalam kemajemukan yang tidak
saling mengeksklusifkan terhadap berbagai suku, agama, bahasa, dan adat yang berbeda.
Kepedulian, kesantunan, dan setiakawan merupakan
sikap yang sekaligus menjadi prasarana yang diperlukan bangsa Indonesia.
Pengembangan
masyarakat madani di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari pengalaman sejarah
bangsa Indonesia sendiri. Kebudayaan, adat istiadat, pandangan hidup, kebisaan,
rasa sepenanggungan, cita-cita dan hasrat bersama sebagai warga dan sebagai
bangsa, tidak mungkin lepas dari lingkungan serta sejarahnya. Keunggulan bangsa
Indonesia, adalah berhasilnya proses akulturasi dan inkulturasi yang kritis dan
konstruktif. Pada saat ini, ada pertimbangan lain mengapa pengembangan
masyarakat madani secara khusus kita beri perhatian.
Untuk
membangun masyarakat madani di Indonesia, ada
enam faktor harus diperhatikan, yaitu:
1. Adanya
perbaikan di sektor ekonomi, dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat,
dan dapat mendukung kegiatan pemerintahan.
2. Tumbuhnya
intelektualitas dalam rangka membangun manusia yang memiliki komitmen untuk
independen.
3. Terjadinya
pergeseran budaya dari masyarakat yang berbudaya paternalistik menjadi budaya
yang lebih modern dan lebih independen.
4. Berkembangnya
pluralisme dalam kehidupan yang beragam.
5. Adanya
partisipasi aktif dalam menciptakan tata pamong yang baik.
6. Adanya
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang melandasi moral kehidupan.
Contoh Kasus:
Bila masyarakat Indonesia tidak
demokratis, maka Indonesia akan mendapat tekanan-tekanan politik dari kaum
reformis di dalam negeri. Di lain pihak, dari luar negeri, Indonesia akan
mendapat tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari PBB, Bank Dunia, IMF, dan negara-negara
penganut faham demokratis. Sementara ini, ekonomi kita masih sangat bergantung
pada pinjaman Bank Dunia dan IMF. Jika Bank Dunia dan IMF tidak memberikan
bantuannya, maka ekonomi kita akan semakin terpuruk di mata internasional. Jika
ekonomi kita semakin terpuruk, maka kerusuhan sosial akan semakin meningkat
yang pada gilirannya membahayakan stabilitas nasional dan dikhawatirkan akan
terjadi disintegrasi bangsa. Di samping itu, mengingat kondisi masyarakat
Indonesia yang khas sebagai unity dan diversity, maka
karakteristik masyarakat madani cocok diterapkan di Indonesia sehingga
persatuan dan kesatuan, toleransi umat beragama, persaudaraan, saling mengasihi
sesama umat, dan persamaan hak akan menjadi lebih terjamin. Secara ringkas
dapat dikatakan bahwa ciri utama masyarakat madani Indonesia adalah demokrasi
yang menjunjung tingi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang mempunyai faham
keagamaan yang berbeda-beda, penuh toleransi, menegakkan hukum dan peraturan
yang berlaku secara konsisten dan berbudaya.
E. Faktor
Yang Mempengaruhi Masyarakat Madani
Terdapat dua
faktor yang mempengaruhi masyarakat madani, yaitu faktor pendorong dan faktor
penghambat.
1.
Beberapa faktor pendorong timbulnya masyarakat
madani:
a.
Adanya penguasa
politik yang cenderung mendominasi (menguasai) masyarakat agar patuh dan taat
pada penguasa.
b.
Masayarakat
diasumsikan sebagai orang yang tidak memilkik kemampuan yang baik (bodoh) dibandingkan dengan penguasa ( pemerintah).
c.
Adanya usaha
untuk membatasi ruang gerak dari masyarakat
dalam kehidupan poitik. Keadaan ini
sangat menyulitkan bagi masyarakat untuk
mengemukakan pendapat, karena ruang publik yang bebaslah individu berada dalam posisi setara, dan melakukan
transaksi.
2. Adapun yang masih menjadi kendala
dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
a.
Kualitas
Sumber Daya Manusia yang belum memadai karena
pendidikan yang belum merata.
b.
Masih
rendahnya pendidikan politik masyarakat.
c.
Kondisi
ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
d.
Tingginya
angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
e.
Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
f.
Kondisi
sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.
F. Solusi Mengatasi Masalah
Salah satu cara untuk mewujudkan
masyarakat madani adalah dengan melakukan demokratisasi pendidikan. Masyarakat madani perlu segera
diwujudkan karena bermanfaat untuk meredam berbagai tuntutan reformasi dari
dalam negeri maupun tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri. Di
samping itu, melalui masyarakat madani akan muncul inovasi-inovasi pendidikan
dan menghindari terjadinya disintegrasi bangsa.
Untuk mewujudkan masyarakat madani
dalam jangka panjang adalah dengan cara melakukan demokratisasi pendidikan.
Demokratisasi pendidikan ialah pendidikan hati nurani yang lebih humanistis dan
beradab sesuai dengan cita-cita masyarakat madani. Melalui demokratisasi pendidikan akan
terjadi proses kesetaraan antara pendidik dan peserta didik di dalam proses
belajar mengajarnya. Inovasi pendidikan yang berkonteks demokratisasi
pendidikan perlu memperhatikan masalah-masalah pragmatik. Pengajaran yang
kurang menekankan pada konteks pragmatik pada gilirannya akan menyebabkan
peserta didik akan terlepas dari akar budaya dan masyarakatnya. Demokrasi
sendiri adalah suatu bentuk pemerintahan dengan kekuasaan di tangan rakyat.
Dalam perkembangannya, demokrasi bermakna semakin spesifik lagi yaitu
fungsi-fungsi kekuasaan politik merupakan sarana dan prasarana untuk memenuhi
kepentingan rakyat.
Dengan demokrasi, rakyat boleh
berharap bahwa masa depannya ditentukan oleh dan untuk rakyat, sedangkan
demokratisasi ialah proses menuju demokrasi. Tujuan demokratisasi pendidikan
ialah menghasilkan lulusan yang merdeka, berpikir kritis dan sangat toleran
dengan pandangan dan praktik-praktik demokrasi.
Generasi penerus sebagai anggota
masyarakat harus benar-benar disiapkan untuk membangun masyarakat madani yang
dicita-citakan. Masyarakat dan generasi muda yang mampu membangun masyarakat
madani dapat dipersiapkan melalui pendidikan. Salah satu cara untuk mewujudkan
masyarakat madani adalah melalui jalur pendidikan, baik di sekolah maupun di
luar sekolah.
Generasi penerus merupakan anggota
masyarakat madani di masa mendatang. Oleh karena itu, mereka perlu dibekali
cara-cara berdemokrasi melalui demokratisasi pendidikan. Dengan demikian,
demokratisasi pendidikan berguna untuk menyiapkan peserta didik agar terbiasa
bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab, turut
bertanggung jawab, terbiasa mendengar dengan baik dan menghargai pendapat orang
lain, menumbuhkan keberanian moral yang tinggi, terbiasa bergaul dengan rakyat,
ikut merasa memiliki, sama-sama merasakan suka dan duka dengan masyarakatnya,
dan mempelajari kehidupan masyarakat. Kelak jika generasi penerus ini menjadi
pemimpin bangsa, maka demokratisasi pendidikan yang telah dialaminya akan
mengajarkan kepadanya bahwa seseorang penguasa tidak boleh terserabut dari
budaya dan rakyatnya, pemimpin harus senantiasa mengadakan kontak dengan
rakyatnya, mengenal dan peka terhadap tuntutan hati nurani rakyatnya, suka dan
duka bersama, menghilangkan kesedihan dan penderitaan-penderitaan atas
kerugian-kerugian yang dialami rakyatnya. Upaya ke arah ini dapat ditempuh
melalui demokratisasi pendidikan. Dengan komunikasi struktural dan kultural
antara pendidik dan peserta didik, maka akan terjadi interaksi yang
sehat, wajar, dan bertanggung jawab.
BAB IV
SIMPULAN & SARAN
A.
Kesimpulan
Masyarakat madani bermakna ganda yaitu
suatu tatanan masyarakat yang menekankan pada nilai-nilai: demokrasi,
transparansi, toleransi, potensi, aspirasi, motivasi, partisipasi, konsistensi,
komparasi, koordinasi, simplifikasi, sinkronisasi, integrasi, emansipasi, dan
hak asasi. Namun, yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis. Masyarakat
madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip-prinsip moral
yang menjamin kesimbangan antara kebebasan individu dengan kestabila
masyarakat, inisiatif ari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni,
pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau
keinginan individu.
Masyarakat madani memiliki karakteristik Free public sphere
(ruang publik yang bebas), Demokratisasi, Toleransi, Pluralisme, Keadilan sosial
(social justice), Partisipasi sosial,
Supremasi
hukum.
Perwujudan
masyarakat madani ditandai dengan karakteristik masyarakat madani, diantaranya
wilayah publik yang bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan dan keadilan
sosial. Strategi
membangun masyarakat madani di indonesia dapat dilakukan dengan integrasi
nasional dan politik, reformasi sistem politik demokrasi, pendidikan demokratisasi dan penyadaran
politik.
B.
Saran
Sebaiknya penerapan masyarakat madani di Indonesia dapat
lebih dikembangkan dalam aspek pendidikan, politik, sosial, dan budaya dan masyarakat
madani perlu segera diwujudkan karena bermanfaat untuk meredam berbagai
tuntutan reformasi dari dalam negeri maupun tekanan-tekanan politik dan ekonomi
dari luar negeri sehingga dapat
tecapainya cita-cita sesuai dengan harapan masyarakat madani.
Masyarakat Madani yang diidamkan
bukan semata-mata milik suatu komunitas tertentu, tetapi itu merupakan
pemaknaan dari sebuah pemahaman tentang civil society. Terbangunnya daya serta pola
pikir dengan nilai-nilai interensiknya
akan merupakan jalan lapang menuju masyarakat madani yaitu masyarakat
berperadaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang
demokratis dan masyarakat sejahtera yang cinta damai.
Dengan demikian, di Indonesia diharapkan dapat menegakkan hukum yang sehat dan
demokrasi. Masyarakat juga harus mengontrol kinerja pemerintah dan para
wakilnya, agar tidak bertentangan dengan kehendak masyarakat madani. Baik
menjadi anggota masyarakat madani maupun perangkat negara hendaknya dapat
mewujudkan demokrasi.
Daftar
Pustaka
Azizi, A Qodri Abdillah. 2000. Masyarakat
madani Antara Cita dan Fakta: Kajian Historis-Normatif. Dalam Ismail SM dan
Abdullah Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daliman, A. 1999. Reorientasi Pendidikan
Sejarah melalui Pendekatan Budaya Menuju Transformasi Masyarakat Madani dan
Integrasi Bangsa, Cakrawala Pendidikan. Edisi Khusus Mei Th. XVIII No.
2.
Ismail SM. 2000. Signifikansi Peran Pesantren
dalam Pengembangan Masyarakat madani. Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti,
Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Madjis, N. 1977. Dinamika Budaya Pesisir dan
Pedalaman: Menumbuhkan Masyarakat Madani, dalam HMI dan KAHMI Menyongsong
Perubahan Menghadapi Pergantian Zaman. Jakarta: Majelis Nasional KAHMI.
Marzuki. 1999. Membangun Masyarakat Madani
melalui Pendidikan Islam Sebuah Refleksi Pendidikan Nasional, Cakrawala
Pendidikan. Edisi Khusus Mei Th. XVIII No. 2.
Rahardjo, D. 1997. Relevansi Iptek Profetik
dalam Pembangunan Masyarakat Madani, Academika, Vol. 01, Th. XV, halaman
17-24.
Suwardi, 1999. Demokratisasi Pendidikan dalam
Pengajaran Pragmatik Sastra Sebagai Wahana Penciptaan "Masyarakat
Madani" Cakrawala Pendidikan, Edisi Khusus Mei. Th. XVIII, No. 2.